Seorang kakek yang sangat mencintai pohon-pohon mangganya, suatu hari jatuh sakit dan membuatnya tak dapat merawat pohon-pohon yang akan berbuah seperti biasa. Sang kakek memiliki beberapa pohon mangga di belakang rumah dan satu pohon mangga yang cukup besar di depan rumahnya.
Biasanya jika musim mangga tiba, kakek dan beberapa orang suruhannya akan mengurangi daun-daun mangga, memotong cabang-cabang yang lebih dan mengering juga membersihkan daun-daun dan sampah di sekitar pohon mangga hingga memetik dan menyisakan beberapa buah yang tadinya bergerombol supaya menjadi buah yang besar. Tak heran buah mangga kakek terkenal besar, menarik dan paling dicari oleh beberapa pembeli langganannya.
Namun tidak untuk saat ini, tubuhnya terasa ngilu dan ia hanya bisa menatap dari kamarnya bunga-bunga mangga yang mulai berjuntai menyapa. Tahun ini pohon akan banyak berbuah jika dilihat dari bunga yang bermekaran. Ada rasa sesal di hati kakek tapi biarlah untuk tahun depan semoga ia bisa melakukan yang lebih baik.
Hari demi hari, kakek hanya memandangi pohon mangga depan rumah yang mulai lebat buahnya. Angin mengencang hingga membuat pohonnya berayun-ayun dan meruntuhkan banyak daun, bunga dan buah. Musim sedang tak bersahabat, angin kencang masih saja mengoyak desa. Begitu pula pohonnya. Beberapa dahan berderak patah tak kuat menahan hempasan nafas alam. Hanya dahan yang kuat dan buah yang sehat yang bertahan. Kemudian beberapa anak kecil yang lewat depan rumahnya dengan ceria mengambil buah muda yang berjatuhan untuk dijadikan permainan pasaran. Beberapa mangga yang tak terambilpun membusuk dan menjadi tempat lalat bertelur, lalu datang ayam dan mematuki buah itu. Mangga yang bergantungan beberapa terlihat mulai menguning meski muda. Angin dan cuaca memang membuat mangganya berkembang tak biasa. Namun di beberapa bagian, terlihat masih ada buah yang berkembang seperti harapan.
Waktu terus berlalu dan dalam pengamatan kakek, buah-buah yang menguning itu akhirnya gugur juga menyisakan beberapa mangga yang bertahan. Pohon itu akhirnya menghasilkan beberapa mangga yang besar- besar dan matang seperti harapannya.
Sang kakek lalu tersenyum sambil menggelengkan kepala saat menyadari semuanya itu. Betapa bodohnya ia yang sempat kecewa karena tak dapat merawat pohon mangganya. Ia dengan alam siapakah yang berkuasa? alam yang begitu tahu kapan dan berapa mangga yang harus digugurkan dan kapan siklus itu berguna bagi yang lainnya.
Kini ia tahu, ia tak perlu kecewa jika keterbatasan membuatnya tak mampu melakukan yang seharusnya. Ada yang lebih berkuasa, ada yang pasti bisa dipercaya untuk menyelesaikan harapan-harapannya.
*Hidup dan kesejatian diri seperti perkembangan buah mangga dan usaha sang kakek. Tak perlu dikhawatirkan. Keyakinan, kerinduan, harapan dan tindakan nyata dalam mencari adalah suatu hal nyata. Berjuang dan melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan, meyakini yang terjadi adalah rancanganNya serta selalu bergantung sepenuhnya padaNya jauh lebih berharga, daripada mengubah dan memaksa kita menjadi superhero yang selalu harus ada, bisa dan sempurna.
Sumber : Pondok Renungan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar